Cerpen Fiksi Perempuat Sangat Dahaga
Perempuan yang Sangat Dahaga
Cerpen Karangan: Mas.ubi
Golongan: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Petualangan
Lolos moderasi pada: 19 November 2021
Dikala
aku sebagian hari yang lalu menentukan meninggalkan gunung-gunung
tinggi, untuk ikut serta berkelana seperti orang-orang yang mengasingkan
diri, entah kenapa daerah pertama yang berkeinginan aku tuju yaitu
sebuah perkampungan bernama Pasir Angin. Mungkin sebab aku demikian itu
berminat dengan ceritanya yang katanya tersohor itu.
Berdasarkan
cerita orang-orang yang mengasingkan diri, perkampungan itu berada di
tengah padang pasir gersang yang demikian itu luas. Beritanya di sana
ada sebuah sumur yang apabila seseorang meminum airnya, dia takkan
dahaga selamanya. Tetapi, cuma orang-orang yang dapat buang minat diri
akan sumur itu, yang dapat menemukannya.
Apes. Bagaimana caranya
aku sanggup buang minat diri? Sedang sedari mendengar cerita dari
mereka, pikiran aku telah mencoba menerka bentuk dari sumur itu.
Barangkali nampaknya memang mustahil menemukannya. Aku hendak
mengurungkan niat aku, melainkan lagi-lagi berdasarkan orang-orang yang
mengasingkan diri, untuk bisa menemukan kampung itu berserta sumur
ajaibnya tidaklah dibutuhkan sebuah niat.
“Kamu cuma perlu menerapkan kaki,”
Aku
mencoba memahami, melainkan barangkali aku tak benar-benar memahami.
Sebab kian berkeinginan memahami aku bahkan makin tak memahami. Sebab
kata orang-orang yang mengasingkan diri itu, aku juga tak perlu memahami
apa-apa.
Untuk pergi berkelana, tentu saja berdasarkan pedoman
dari orang-orang yang mengasingkan diri, aku haruslah membawa
perbekalan. Segala orang yang pergi berkelana senantiasa membawa
perbekalan, dan mereka mengingatkan aku untuk jangan pernah singgah
terlalu lama, dan janganlah pernah menjadi seorang yang terlalu dahaga.
Panas mungkin akan menyiksa, melainkan orang-orang yang mengasingkan
diri itu demikian itu bagus hati dan lapang dada menyiapkan bekal untuk
aku. Salah seorang dari mereka mengambil secarik awan mendung di atas
puncak gunung yang kemudian diberi pada aku. Kata mereka secarik awan
mendung itu akan benar-benar menolong.
“Ini akan benar-benar cukup untukmu seorang diri, karenanya pergunakanlah dengan bagus.”
Sebab
sebelum aku sukses menemukan perkampungan itu, aku barangkali akan
menemukan sebuah sumur yang membahayakan apabila airnya diminum. Sumur
itu sama sekali tak boleh diraba, apalagi meminum airnya.
“Ingat
segala pesan kami dengan bagus, dan jangan pernah dekati sumur hingga
kamu menemukan sebuah perkampungan. Seandainya kamu lelah, pejamkan
mata, dan sekali lagi, jangan singgah terlalu lama.”
Aku
mengingat pesan itu dan pamit dengan mengungkapkan terima beri. Mereka
mendoakan aku semoga aku menemukannya. Lagi-lagi aku mengungkapkan
terima beri lalu melangkah pergi.
Aku berjalan dan berjalan,
menuruni jurang, terus berjalan dan berjalan kemana kaki melangkah tanpa
tau arah, aku terus berjalan, hingga kemudian menemukan perkampungan
dengan sawah dan ladang yang terbentang luas sejauh mata melihat.
Tetapi
aku tidaklah hendak menyebutkan pengalaman aku singgah ke perkampungan
hal yang demikian, karenanya saat aku telah cukup menikmati pengalaman
di sebuah perkampungan hal yang demikian aku patut terus melangkah,
menuju satu perkampungan lain, sebab bukan cuma perkampungan itu saja
yang aku singgahi dalam sebuah perjalanan ini, dan aku tak bisa singgah
terlalu lama di suatu daerah. Untuk jadi orang-orang yang mengasingkan
diri, aku patut terus berjalan dan singgah sejenak, untuk kemudian pergi
berjalan lagi, mencapai jarak yang demikian itu jauh, via bukit, dan
belantara, turun kembali via perkampungan-perkampungan, dengan pelbagai
pengalaman yang aku rasakan, barangkali segala pengalaman itu akan aku
ceritakan satu per satu di lain waktu.
Begitulah aku berjalan dan
terus berjalan. Aku berjalan terus tanpa menghitung hari, tanpa
mengetahui waktu juga arah, dan memperkenankan ke mana langkah kaki aku
membawa aku.
Karenanya seingat aku, kemudian tibalah aku di
sebuah bukit saat tiba-tiba gelap datang, angin puting beliung besar
menyusul kemudian. Aku coba berlari, melainkan angin itu berputar terus
dan terus mendekat, membawa seluruh yang ada di sekitarnya. Batu,
pohon-pohon, rimbun semak belukar, tanah, semuanya terhisap dibawa angin
itu.
Aku tidak dapat melawan apa-apa. Kaki aku terasa
ditancapkan paku menembus ke dalam tanah. Dan tidak bisa lagi berlari.
Cuma gigil yang kemudian merayap datang bersama angin yang mengamuk,
berputar, dan terus berputar, aku mencontoh hehendak nasib membawa serta
pergi bersamanya. Langsung itu aku pikir perjalanan aku akan usai di
sana. Rasanya demikian itu sesak dan barangkali pupuslah nyawa aku. Aku
terseret ke dalam pusaran entah ke mana. Barangkali surga, sebab
sebelumnya aku menikmati dingin yang membekukan tulang-tulang aku. Atau
rupanya neraka? Sebab aku kemudian menikmati hawa yang demikian itu
panas mendera. Lalu udara demikian itu kering terasa.
Angin itu
berputar, lalu meninggalkan aku terjatuh. Angin itu kemudian lenyap
demikian itu saja. Begitulah kemudian dengan ajaib aku menyadari diri
aku berada pada sebuah padang pasir luas yang tandus.
Karenanya
selepas aku beristirahat sebentar, aku terus berjalan dan berjalan,
entah ke mana. Aku tak mengenal arah menuju, sementara sang surya
mengambang di atas kepala terasa demikian itu dekatnya. Panas kian
menyiksa, mendidihkan darah di kepala, buihnya terdengar di alat
pendengaran, sementara terik menghujam-hujam dada. Rasanya aku tak tahu
pasti apakah aku berjalan ke arah yang benar atau tak. Atau cuma
berputar-putar di padang pasir ini. Rasanya telah lama berjalan
melainkan konsisten saja cuma menonjol pasir dan pasir yang menghampar
sejauh mata melihat.
Dikala langit berubah jadi merah, dan sang
surya hampir karam, aku telah merasa demikian itu kehausan. Aku
mengambil secarik awan mendung yang aku simpan dalam buntalan kain yang
aku bawa, menuntunnya pada mulut aku dan meremasnya ideal di atasnya.
Mengalirlah air yang demikian itu teduh dan aku demikian itu
menikmatinya. Aku ingat aku tak boleh terlalu dahaga, karenanya kemudian
selepas dahaga aku sirna, aku simpan lagi awan mendung itu.
Dikala
aku kembali berjalan, dari kejauhan aku memandang sesosok makhluk, yang
sedang rebah di atas pasir, sosok itu seakan seperti susunan
tulang-belulang yang hidup, tidak terbalut daging, otot dan kulit.
Aku
hampiri sosok itu, yang rupanya seorang perempuan, aku tahu dari format
wajah dan rambutnya yang panjang, cuma wajahnya yang utuh, sementara
tubuhnya cuma tersisa tulang belulang. Aku memandangnya, wajahnya
demikian itu sungguh-sungguh tersiksa. Aku jadi merasa kasihan dengan
perempuan itu, dia meronta dan meronta. Mulutnya membuka seperti bicara
entah apa, aku tidak mendengarnya. Aku kemudian memberikan perasan awan
mendung padanya, membikin tangannya bergerak dan meraih awan itu,
langsung diperasnya sampai tidak bersisa. Dia nampaknya benar-benar
demikian itu dahaga. Terus meronta dan meronta, aku cuma mengamatinya
dengan tatapan kasihan.
Dia berlari pergi mendahului aku, aku
mencoba konsisten di belakangnya, barangkali dia butuh seorang kawan,
tapi dia terus berjalan dengan tergesa meninggalkan aku. Hari telah sore
saat itu, dan dia terus berjalan, tapi aku menentukan untuk stop.
Malam
demikian itu dingin di padang pasir ini. Tidak pernah aku bayangkan
sebelumnya. Gelap malam dengan taburan bintang yang menawan, membikin
aku menentukan rebah di pasir yang hangat, sementara udara dingin serupa
ribuan jarum yang menancap di kulit aku, aku rebah dan memandangi
estetika langit yang bertaburan bintang itu, lalu mencoba sekejap
memejamkan mata. Aku tak bisa tertidur lama, melainkan energi yang aku
miliki kembali cuma dengan memejamkan mata sebagian ketika. Bebauan
padang pasir yang demikian itu menenangkan. Tidak ada yang setenang ini.
Aku demikian itu merasakan pengembaraan ini. Aku ingat, kata
orang-orang yang mengasingkan diri di puncak gunung tinggi, aku tidaklah
boleh singgah terlalu lama.
Fajar tiba saat itu dan entah telah
berapa jauh aku berjalan. Aku telah merasa lelah dan mencoba
beristirahat dan terbaring untuk memejamkan mata sebentar kembali, tapi
saat aku terbaring, aku bahkan terhisap masuk ke dalam pasir. Pasir itu
menghisap aku, sejengkal demi sejengkal, tapi aku merasa tak cemas
dengan situasi ini. Entah bagaimana, tidak pernah rasanya senyaman ini.
Aku sama sekali tak takut, sebab pasir yang menghisap ini memberikan
sebuah pengalaman yang tak bisa tergambarkan oleh apa saja, karenanya
begitulah kemudian aku terbenam dengan utuh dan hingga pada sebuah
padang pasir lainnya.
Aku tidak yakin berada di mana. Dia terang
aku terus mencontoh ke mana langkah kaki pergi, melainkan rupanya di
seberang sana, aku memandang perempuan yang kemarin aku temui. Aku masih
dengan penampakannya yang seram itu. Tulang belulang hidup yang merayap
dan merayap. Mendekati sebuah sumur yang cukup besar. Aku memandangnya
dari kejauhan, dia mencoba meraih tali, dan menimba air dengan langsung
lalu meminum airnya sambil merangkak. Aku lihat perempuan itu meminum
air dengan demikian itu beringas, barangkali dia menikmati rasa dahaga
yang teramat benar-benar.
Dia rasanya dia tak kunjung puas, sebab
air-air itu entah disadarinya atau tak bahkan mengalir pada
tulang-belulangnya. Air itu tidak pernah membuatnya kehilangan rasa
dahaga. Dia terus dan terus minum, lalu ditimbanya air lagi, kemudian
meminumnya lagi, menimbanya lagi, meminumnya lagi, lagi, dan lagi.
Dia
ketika kemudian aku memandang banyak tulang-belulang hidup sepertinya
yang berjalan mendekat, sebagian dari mereka merangkak, tergesa, menuju
sumur yang sama. Perempuan itu memandang mereka dan berteriak.
“Enyah kalian dari sini! Sumur ini, air ini milikku sendiri!”
Dia
meminumnya dengan rakus, dia juga demikian itu buas, tulang-belulang
lain yang juga dahaga bahkan dihajarnya satu persatu, dia kemudian
menimbanya lagi, meminum airnya lagi,
“Ini milikku! Milikku sendiri!”
Aku
memejamkan mata sebentar, kemudian berlalu pergi, menjauhi panorama
seram itu. Aku ingat tak boleh singgah terlalu lama. Aku sedang dalam
pengembaraan panjang.
Cerpen Fiksi Harta Karun
Harta Karun Kelompok
Cerpen Karangan: Daffa Fawwazi
Golongan: Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 18 June 2016
Nama
ku brewox, asal mula nama ku yaitu saat saya lahir saya sudah mempunyai
brewox sebab itu saya dinamai brewox. Sejak tak di sekolah kan oleh
ayah dan ibuku sebab tak mempunyai tarif. Sampai saya berumur 14 tahun
saya berkeinginan menjadi orang kaya, tapi cita citaku. Sesudah tak
tergapai sebab tak ada perkejaan yang sesuai denganku.
Namun ketika
saya mendengar info bahwa seorang pelaut sudah menemukan peta yang
menuju ke lokasi harta karun. Saat mendengar info hal yang demikian saya
dengan pesat seketika datang menemui pelaut itu dengan kemauan dia akan
meminjamkan peta hal yang demikian. Dan rupanya benar ketika brewox
menemui pelaut hal yang demikian dia menerima peta yang menguju
Ke
daerah yang banyak harta karunnya tapi apabila berkeinginan menerima
harta karun hal yang demikian brewox patut via daerah-daerah yang
mengerikan seperti daerah yang patut via monster duyung. Duyung mugkin
kerap kali dibuktikan sebagai manusia yang bagus melainkan sebetulnya
duyung yaitu monster yang mengerikan.
Oleh sebab itu si brewox
memikirkan lagi yang akan dijalankannya, dan walhasil dia menentukan
akan mencari harta karun hal yang demikian, tapi dia membutuhkan sahabat
yang akan membantunya, dia mencari dan menemukan orang yang ideal
bernama ucup, ucup adalah orang pertama yang diketahui oleh brewox, ucup
diketahui me miliki sifat pemberani dan ucup juga adalah orang yang
berpengalaman mencari harta karun hal yang demikian tapi gagal besar
ketika dia di serang oleh segerombolan duyung.
Ucup juga membawa
sejumlah sahabatnya untuk menolong mencari harta karun, brewox dan ucup
setuju untuk melaksanakan pelayaran ketika selasa pagi. Saat sulit untuk
ayah dan ibu brewox untuk melepaskan brewox mencari harta karun hal
yang demikian, tapi brewox terus membujuk ayah dan ibunya hingga
walhasil ia diperbolehkan.
Sesudah selasa pagi brewox dan ucup
siap melaksanakan pelayaran, brewox membawa peta padahal ucup membawa
ibekal makanan dan member krunya, berangkatlah mereka, lokasi yang patut
di lewati pertama yaitu lahar kematian. Sesudah brewox beserta krunya
via lahar kematian ini terjadi ledakan yang dahsyat lalu brewox berkata
“Hey ayo lebih pesat dayungnya atau kita akan mati segala di daerah
terkutuk ini!” kata brewox dengan guncangan yang terjadi walhasil brewox
dan ucup beserta krunya sukses via lahar kematian, tapi itu bukanlah
satu satunya tantangan untuk mengambil harta karun hal yang demikian,
masih banyak tantangan yang patut dilalui untuk menggapai harta karun
hal yang demikian. Brewox dan ucup beserta kru nya melanjutkan
perjalanan mereka. Di tengah perjalanan brewox dan yang lainnya
berdendang “La la la la la la la la la la” tapi ketika mereka sedang
asyik berdendang tiba tiba ada salah satu kru berteriak bahwa ia
memandang pulau, brewox seketika memandang pulau hal yang demikian dan
memerintah kru hal yang demikian untuk berlabuh di pulau hal yang
demikian. Saat hingga di pulau hal yang demikian, brewox memerintah
mereka untuk beristirahat di pulau hal yang demikian.
Ke esokan
harinya ada seorang awak kapal yang memberitahu bahwa di pulau hal yang
demikian ada penduduk setempat yang mengenal lokasi harta karun yang di
cari mereka. Dengan pesat brewox seketika memerintah awak hal yang
demikian untuk menunjukan jalan menuju perumahan warga rupanya perumahan
penduduk setempat di pulau itu berada di sebrang sungai yang di penuhi
oleh buaya buaya yang lapar, sesudah memandang buaya buaya itu brewox
seketika ketakutan dan bertanya terhadap awak nya “Bagaimana sistem kita
untuk menyeberang ke seberang?” lalu si awak berkata “Kita akan
membangun jembatan dari pohon pohon ini” lalu dengan perkataan awanya
hal yang demikian brewox memerintahnya untuk memanggil para awaknya yang
lain untuk menebang pohon itu. Lalu ditebanglah pohon yang ada di
sekitar mereka itu, dan ketika telah ditebang brewox beserta krunya
mulai membangun jembatan rupanya pembangunan jembatan itu memakan banyak
waktu. Dan jembatan itu jadi ketika telah memasuki malam sehingga
brewox dan para awak terpaksa untuk menginap di sana dan ketika telah
fajar mereka mulai bergegas untuk mulai berjalan ke perumahan penduduk.
Dikala mereka sudah menyebrang rupanya di sana yang ada rupanya cuman
ada sungai yang mengalir dengan pesat brewox menyadari bahwa awak yang
memberitahu info hal yang demikian yaitu pengkhianat kapal dengan pesat
si brewox memerintah para awak untuk kembali ke perkemahan tapi brewox
terlambat sebab ucup dan para awak yang bersamanya sudah mati dan kapal
mereka sudah di curi oleh para pengkhianat itu dengan sedih brewox dan
awaknya mengubur ucup dan awaknya saat selesai si kubur brewox dan para
awaknya mulai membangun kapal baru dari pohon yang ada di sekitar saat
telah selesai brewox dan awaknya malahan mulai melanjutkan
perjalannannya.
Sesudah di tengah perjalan brewox memandang botol
yang mengapung ketika ftelah di ambil brewox memandang bahwa di dalam
botol hal yang demikian ada sebuah kertas dan saat di lihat rupanya
kertas itu menggambar sebuah perjalan menuju harta karun dan peta hal
yang demikian berada di pulau tapi apabila berkeinginan ke pulau hal
yang demikian mereka patut via para duyung sesudah memandang peta hal
yang demikian brewox mulai memikirkan iya atau tak jam berlalu walhasil
brewox menentukan bahwa mereka akan menjelang pulau hal yang demikian
sesudah keputusan hal yang demikian brewox dan para awaknya
beristirahat.
Dan ketika fajar mereka malahan mulai melanjutkan
perjalannannya ketika di tengah tengah perjalan mereka malahan walhasil
berjumpa dengan monster legenda adalah monster duyung dan saat para
duyung itu memandang kapal brewox mereka mulai menyerang kapal si
brewox. Brewox dan para awaknya malahan kaget saat mereka menyadari
bahwa duyung sedang menyerang mereka tapi dengan sigap brewox malahan
memerintah para awak untuk mempersiapi meriam dan mereka malahan mulai
menyerang para duyung satu tembakan dilepaskan tapi melesat jauh dan
saat mereka sudah berkali kali menembakan meriam walhasil para duyug
malahan mulai membalas dan menghancurkan kapal walhasil semua yang ada
di kapal itu pingsan. Dikala sadar brewox menydari bahwa dia berada di
pulau dan saat brewox peta rupanya pulau yang mereka cari telah ketemu
brewox malahan membangunkan para awaknya untuk mulai melanjutkan
perjalanan saat brewox melanjutkan perjalanan brewox malahan walhasil
menemukan peti harta karun hal yang demikian dan saat brewox membuka
harta karun hal yang demikian brewox malahan terpukau sebab di dalam
harta karun hal yang demikian berisi banyak emas dan berlian.
Dikala
brewox dan para awak sudah menemukan harta karun hal yang demikian ada
pemberontak yang juga mengharapkan harta karun yang dikendalikan oleh
brewox, mulanya para pemberontak minta harta karun hal yang demikian
dengan sistem bagus tapi brewox menolak walhasil terjadi peperangan
antara brewox dan para pembrontak. Pertarungan sengit malahan terjadi
dan walhasil brewox dan para awaknya yang selamat malahan menang tapi
brewox bersedih karen banyak awaknya yang meninggal sebab peperanggan
hal yang demikian dan cuma ketinggalan 6 awak saja. brewox malahan
memerintah para awaknya untuk beristirahat.
Dan ketika fajar tiba
brewox membangun kan segala para awaknya untuk mulai membangun kapal
dan saat selesai brewox malahan mulai berangkat.
Dikala sudah hingga
ke kampung halamannya brewox di sambut meriah oleh para penduduk sebab
sudah sukses menggapi cita citanya adalah menerima harta karun hasrat
nya. Oleh sebab itu para buah hati buah hati menghasilkan brewox
semangat mereka untuk menggapai cita cita dengan bersungguh sungguh
Posting Komentar untuk "Kumpulan Contoh Cerpen Fiksi Singkat Bahasa Indonesia "