Artikel ini akan membagikan kepada Anda mengenai cerpen fiksi ilmiah Bahasa Indonesia kepada Anda. Jika Anda membutuhkan contoh cerpen fiksi ilmiah maka artikel ini adalah jawabannya.
Karangan cerita pendek
Fiksi ilmiah ialah suatu wujud fiksi spekulatif yang terutama membahas perihal akibat sains dan teknologi yang diimajinasikan kepada masyarakat dan para individual. Batasan dari genre ini tidak pernah dijelaskan dengan jelas, dan garis pembatas antara sub-genre-nya tidaklah tetap.
Contoh cerpen
Cerpen fiksi adalah suatu wujud cerita pendek dengan genre fiksi yang membahas perihal sains dan teknologi. Anda bisa menjadikan contoh cerpen fiksi dibawah ini jika membutuhkan refrensi.
Contoh sinopsis cerpen singkat
Cerpen Fiksi Ilmiah : "Surtoksi"
Sudah sepuluh tahun kami tidak melihat matahari. Yang menjadi masalah bukanlah mataharinya. Tidak ada larangan bagi kami berada di luar melihat matahari. Tapi kami tidak akan melakukan hal bodoh itu. Jika sampai itu terjadi, berarti kami tidak sayang pada tubuh kami. Lebih parah lagi, itu dinamakan bunuh diri.
Entah sejak kapan pohon di sekitar kota ini mengeluarkan gas yang membuat iritasi pada kulit hingga menyerang pembuluh darah. Gas itu semakin cepat bereaksi dengan kulit oleh bantuan sinar matahari. Tidak semua pohon, hanya satu jenis pohon yang mengeluarkan gas itu. Pohon Surtoksi. Memang benar hanya satu jenis pohon saja, tapi jumlahnya ratusan bahkan ribuan dalam kota ini. Berakar kuat menjulang tinggi tumbuh di seluruh kota hingga sudut-sudutnya. Mengisolir tempat ini ribuan hingga ratusan kilometer.
Kebanyakan orang yang berusaha melarikan diri saat matahari terbenam tidak akan sampai pada batas lingkaran mematikan ini sebelum matahari terbit kembali. Percuma. Mustahil. Itu yang dikatakan banyak orang. Tidak ada yang dapat menolong. Sinyal elekromagnetik sebagai penolong satu-satunya pun terhambat oleh gas-gas beracun yang dikeluarkan pohon-pohon itu.
***
Senin, 1 Agustus 2045 Pukul 18.50
“Yeksaaa! Kau tidak berangkat sekolah?” panggil Ibu sembari mengetuk pintu kamarku.
Aku masih fokus membaca buku yang baru saja kudapatkan dari Prof. Nemba. Beliau bersedia mengikutkan aku pada proyeknya apabila aku dapat menyelesaikan membaca buku ini dan lulus uji review subuh ini juga.
“Yeksa!” panggil Ibu dengan suara yang semakin keras.
Baiklah, sekarang fokusku benar-benar terusik oleh suara Ibu. Aku menutup buku dan menggendong ransel. Sebelum teriakan Ibu menjebol pintu, aku harus sudah keluar dari kamar ini.
“Mantelmu?” tanya Ibu mengingatkan sebelum aku keluar dari rumah.
“Aku bukan anak kecil lagi Ibu. Lima tahun lebih aku memakai mantel itu untuk berpergian ke luar rumah, tidak mungkin aku lupa memakainya.”
Mantel gas Surtoksi adalah pakaian wajib orang-orang di kota ini saat berada di luar rumah pada malam hari. Mantol ciptaan Prof. Nemba itu menahan gas Surtoksi menempel pada kulit kami. Meski dapat menyelamatkan kehidupan kami saat malam hari, mantel itu belum bisa menahan keganasan gas Surtoksi pada siang hari. Di bagian kepala mantel dilengkapi penutup wajah transparan. Mantel gas Surtoksi berwarna putih itu akan otomatis berubah warna menjadi hijau apabila lingkungan sekitarnya sudah sangat jenuh gas Surtoksi. Tanda bahaya itu wajib diperhatikan agar pemakai segera mencari tempat berlindung apa saja yang kedap gas Surtoksi.
Setiap rumah di kota ini juga dilengkapi cat dinding anti gas Surtoksi ciptaan Prof. Nemba. Sejak 5 tahun yang lalu, tak ada jendela di setiap rumah.
Banyak alat-alat yang diciptakan Prof. Nemba bersama tim penelitiannya dalam membantu kehidupan kota ini sehari-hari. Membantu kami untuk tetap hidup di antara pohon-pohon mematikan itu. Itulah sebabnya aku ingin menjadi salah satu anggota tim penelitian Prof. Nemba. Sebuah kebanggaan setiap keluarga apabila anaknya menjadi anggota tim penelitian Prof. Nemba.
***
“Sudah kuduga kau akan berada di tempat ini lagi.” Ucap Lakso yang membuat perhatianku kepada buku yang sedang kubaca teralihkan.
“…Tiga hari kau bolos sekolah demi lulus uji review buku The Monocotyle Trees yang sama sekali tidak dapat mengungkap rahasia pohon Surtoksi.”
“Kau merendahkan Prof. Nemba?” tanyaku sedikit tersinggung.
“Jika beliau benar-benar ingin membuat kehidupan kota ini aman dan nyaman, seharusnya beliau memikirkan bagaimana caranya memusnahkan pohon sialan itu.”
“Kau banyak sekali bicara. Takl more do less! Orang lain tidak akan ada yang percaya jika kau itu cucu kandung Prof. Nemba.” hujatku membungkam mulut Lakso. Dia diam tak membalas perkataanku lagi.
“Jangan sedih jika kau tidak lulus.” Ucapnya sembari menghilang di antara tumpukan buku-buku perpustakan ini.
***
Review buku diuji oleh 3 orang termasuk Prof. Nemba. Ini adalah test tahap akhir seleksi anggota tim penelitian yang sudah dilakukan sejak bulan lalu. Aku hanya butuh satu dari sepuluh kursi yang tersedia. Aku yakin telah memahami semua isi dalam buku itu.
Tiga penguji masing-masing memberikan satu pertanyaan. Aku menjawab semua pertanyaannya dengan lancar. Aku yakin aku pasti akan lolos.
Satu jam kemudian kertas pengumuman anggota tim penelitian pun ditempel dan langsung di kelilingi oleh banyak orang. Aku berjalan menuju kertas pengumuman itu dengan santai. Yeksa Citra Viona. Aku mencari namaku di antara list 10 orang dalam kertas itu.
Nihil. “Apa?! Mengapa bisa tidak ada namaku?!” Kesalku setengah mati. Semua orang melihatku dengan pandangan tidak suka. Aku tidak peduli dan segera berlari menuju ruang Prof. Nemba. Sebelum sampai di depan ruangannya, beliau muncul dari balik pintu. Aku berjalan ke arahnya. Wajahku penuh dengan pertanyaan. Beliau tiba-tiba mengulurkan tangan kanannya. Aku menjabat tangannya sembari tetap memasang wajah penuh pertanyaan dan menahan kesedihan.
“Tetap berjuang Yeksa! Kau masih muda, banyak hal yang bisa kau lakukan di luar sana. Tetap belajar dengan giat.” Ucap Prof. Nemba sembari menepuk-nepuk punggungku. Aku terdiam tak mengeluarkan sepatah kata pun. Beliau berlalu dan air mataku pun menetes.
***
“Kan sudah kubilang untuk tidak menangis.” Ucap Lakso yang keberadaannya baru saja kusadari.
“…Perpustakaan ini pun tahu kau gadis yang cerdas. Semua itu bukan karena kau tidak pantas untuk lolos ujian review.”
“Apa maksudmu? Kau sudah tahu kalau aku tidak akan lolos? Atau jangan-jangan kau yang membuatku tidak lolos. Kau menjelek-jelekan aku di depan Prof. Nemba?”
“Ngaco banget sih omonganmu.”
“Lalu apa?!” sahutku marah.
“Kau tidak diikutkan karena alasan politis.” Pungkas Lakso yang membuat wajah merahku berubah menjadi wajah penasaran.
“…Aku sudah tahu sejak awal. Aku akan menjelaskan semuanya dengan syarat kau tidak akan membocorkan pertkataanku pada siapa pun.”
Aku mengangguk yakin dan sangat menunggu kata-kata Lakso selanjutnya.
“Tim penelitian akan membuat alat untuk mengirim pesan pertolongan ke ibu kota. Alat dengan penangkap sinyal elektromagnetik terkuat yang pernah ada. Tentu saja itu sangat berbahaya bagi kesehatan makhluk hidup tingkat tinggi dan mematikan makhluk hidup tingkat rendah. Ayahmu sebagai seorang dokter dan ikatan dokter di kota ini sangat menolak penelitian itu. Itulah sebabnya kau menjadi daftar hitam untuk dapat diterima sebagai anggota tim penelitian Prof. Nemba.”
“Hah? Jika penelitian itu berbahaya, lalu mengapa tetap akan dijalankan?”
“Kau seperti tidak tahu penduduk sini saja. Tentu saja karena mereka sudah sangat ingin keluar dari lingkaran mematikan ini dan hidup dengan normal.”
“Percuma hidup dengan normal jika kita nantinya terkena penyakit.”
“Tuh kan, kau juga tidak setuju dengan penelitiannya. Karena itu penelitian ini masih bersifat rahasia.”
“Kita tidak boleh diam saja.” Ucapku dengan yakin.
“Tentu. Aku juga sedang melakukan penelitian bersama klub biologi. Karena itu, sebelum hal tersebut terjadi, ayo kita buat pohon-pohon Surtoksi mengehentikan gas beracunnya.”
Posting Komentar untuk "Cerpen Fiksi Ilmiah Terbaik Bahasa Indonesia"